MENGENAL TOKOH-TOKOH GUNUNG KAWI
MBAH DJUWUL (raden ayu saminah)
Siapakah mbah Djuwul itu.?
Pada mulanya banyak orang yang tidak mengetahui siapakah tokoh mbah Djuwul itu.
Berdasarkan keterangan yang didapat dari Wandowo Tepas Darah Dalem Keraton Jogyakarta bernama R.M.S Kusumodirdjo (meninggal tahun 1967), alamat jl. Patehan kidul no. 16. Jogya, dapatlah dijelaskan di sini bahwa mbah Djuwul itu nama yang sesungguhnya adalah Raden Ayu Saminah. Istri dari R.M Iman Soedjono. Yang sekaligus masih sodara misannya.
Silsilahnya adalah sebagai berikut:
Ngarso dalem sampeyan dalem ingkang sinuwun kanjeng sultan hamengku buwono 1 jogyakarta berputra B.R.A RONGGOMANGUNDIRDJO istri bupati madiun ke ll.
BRA. Ronggomangundirdjo berputra Pangeran Ronggo Prawirodirdjo. Bupati Madiun ke lll. Beliau ini wafatnya dimakamkan di Gunung Giri Purno Garong Gareng Kab. Magetan Madiun.
Pangeran Ronggo Prawirodirdjo berputra Raden Ayu Saminah istri Raden Iman Soedjono yang dalam kalangan rakyat biasa lebih terkenal dengan sebutan Mbah Djuwul.
Kapankah beliau itu menikah dengan RM. Iman Soedjono.?
Tepatnya tidak ada yang mengetahuinya. Tetapi kalau kita mengikuti riwayat dimuka, yang mana di jelaskan bahwa ketika terjadi perang Diponegoro, Pangeran ini mendapat simpati besar sekali dari kerabat keraton. Tidak kurang dari 70 bangsawan keraton dan keluarganya, bergerak keluar meninggalkan keraton untuk bergabung dengan pangeran Diponegoro di Selarong.
Di saat itu kemungkinan jalinan asmara yang dilanjutkan dengan pernikahan darurat antara RM. Iman soedjono dan RA. Saminah, itu terjadi.
Di dalam kancah peperangan tersebut, tidak mustahil kalau kedua insan yang sudah terikat pernikahan tapi belum sempat menikmati dengan tenang itu, berpisah. Sebab dikalangan pasukan Diponegoro itu adapula Slagorde pasukan wanita yang di himpun oleh Dewi Ratnaningsih istri setia Pangeran Diponegoro dan seorang senopati putri lain yang bernama Raden Ayu Serang. Mungkin Raden Ayu Saminah termasuk didalam pasukan ini.
Ancar-ancar yang dibuat pedoman dalam hal ini ialah sifat-sifat dan pembawaan kehidupan mbah Djuwul banyak persamaan dengan kisah-kisah yang menceritakan prihal RA. Serang. Dalam kisah itu dikatakan bahwa RA. Serang itu bertuh sekali. Sampai-sampai paukan belanda sering di kacau-balaukan oleh pasukan wanita pinpinan RA. Serang ini dengan mengibas-putarkan angkin cindenya.
Kalau RA. Serang selalu memakai angkin cinde, tidak demikian dengan halnya Mbah Djuwul atau RA. Saminah. Mbah Djuwul setiap saat tidak pernah melepaskan Sleiyer atau selendang merahnya. Bahkan diujung selendang itu selalu tergantung kunci-kunci kamar atau pedaringan (tempat menyimpan barang).
Karena perang Diponegoro sudah padam, maka menyamar sebagai orang Desa biasa dengan nama Mbah Djuwul, RA. Saminah menyusul suaminya Iman Soedjono ke Jawa Timur.
Dalam perjalanan tersebut Mbah Djuwul diantar oleh dua orang pengawal yang bernama Oemar dan Pedjo.
Kedua orang tersebut karena kesetiaannya oleh Mbah Djoewoel diangkat sebagai anak angkatnya. Oemar dirobah namanya menjadi Djapar. Di desa tegal rejo Poedjo tidak mau meneruskan pengawalan. Dia menetap di sana sampai saat meninggalnya sekitar tahun 1941. Yang mengantar Mbah Djuwul sampai bisa berjumpa dengan Mbah Iman Soedjono adalah Djapar atau Oemar tadi. Pak Djapar ini meninggal dunia di dukuh Wonosari pada tahun 1964.
Mbah Djuwul perawakannya pendek. Tinggi badan 152cm. Berkulit kuning, berwajah bulat. Pandangan mata tajam berwibawa. Banyak berbicara. Suaranya lantang. Beradat keras tapi teliti. Jiwanya sosiawan. Di pundak kanannya tidak lepas selendang merah yang disalah satu ujungnya terikat serenteng kunci.
Kedua cucunya yang berbahagia mendapat asuhan langsung dari Mbah Djoewoel tersebut adalah R. Asim Nitiredjo dan R. Yahmin Wihardjo. Belakang menyusul dalam asuhan tersebut ny. Roslinah istri R. Asim Nitiredjo anak dari Kyai Ahmad Tahar asal dari Pekalongan kerabat Ki Muridun Kyai Ahmad Tahar yang oleh penduduk dikenal dengan sebutan Pak Harti adalah seorang Ulama yang disegani oleh lingkungannya. Karena Pak Harti sangat besar sekali fungsinya dalam pendidikan agama di daerah ini. Juga Pak Hartilah yang mengarahkan Dukuh Wonosari dalam segi-segi kegotong-royongan pemuda. Pembinaan kesenian, peningkatan mutu pertanian dan sebagainya.
Melihat prestasi keuletannya itulah, maka Mbah Djowul berkeinginan mengikat kekeluargaan dengan Pak Harti dengan jalan menikahkan cucunya ialah Asim Nitiredjo dijodohkan dengan Roeslinah tadi. Sifat-sifat Mbah Djoewoel selalu memberi pengarahan yang berguna kepada semua cucu-cucunya yang rajin dan cinta pada pekerjaannya.
Tapi sebaliknya, sangat benci kepada orang malas menyingsingkan lengan bajunya.
Pertengahan tahun 1937 Mbah Djoewoel jatuh sakit. Berpesan kepada Nitiredjo dan istrinya Roeslinah. Bahwa bilamana sewaktu-waktu beliau meninggal dunia, supaya beliau di payungi "Payung Pari Anom" . Artinya supaya diusakan payung hijau berseret kuning emas. Ini suatu tanda bahwa Mbah Djuwul secara tidak langsu sudah mengamanatkan kepada Nitiredjo dan istri, bahwa sebenarnya beliau itu adalah Bangsawan keraton yang menyamar. Sebab Bangsawan buronan pihak penguasa yalah pemerintah kolonial Belanda.
Betapa sedih hati Nitiredjo sekeluarga, karena tidak dapat memenuhi permintaan Mbah Djoewoel mencarikan payung pari anom. Sebab payung macam itu hanya Bangsawan Keraton saja yang memilikinya. Namun tetaplah didalam hati Nitiredjo bahwa dia akan terus berusaha menyingkap apa yang menjadi rahasia amanatnya Mbah Doewoel tadi. Barulah, pada tahun 1964 makna dari amanat mbah Djoewoel itu terungkap. Sehingga berhasil di syahkannya surat kekancingan silsilah R.M. Iman Soedjono oleh Keraton Jogya.
Mbah Djoewoel meninggal duni pada hari minggu Kliwon tgl. 13 Bakdomulud 1870 atua tgl. 15 maret 1938 di dukuh Wonosari dan dimakamkan pula didukuh tersebut berdampingan dengan suaminya kedua yalah mbah Kasio.
Ki kasio adalah seorang keturunan orang Tani biasa. Asal dari tuban. Hidupnya sederhana. Dia suka sekali merantau, pindah dari tempat yang satu pergi ketempat yang lain.
Kisahnya masih panjang, masih belum usai.
Lain kali saya sambung lagi kisahnya..
Raden Ayu Saminah bukan anak dari Pangeran Ronggo Prawirodirdjo. Bupati Madiun ke lll, karena anak terakhir saja yang bernama Sentot Alibasah Prawirodirjo lahir tahun 1808.
BalasHapusPangeran Ronggo Prawirodirdjo III meninggal 17 Desember 1810. Berapakah umur mbah Juwul atau RAY. Saminah?